Minggu, 10 April 2011

Campur Sari



Kesenian Jawa memang beragam, mulai dari tarian, karya sastra, seni peran, hingga musik dan nyanyiannya. Keindahan kesenian asli Jawa inilah yang terus dipertahankan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini. Namun bukan berarti pula bahwa kita menutup mata terhadap perkembangan jaman yang terjadi, dengan tetap mempertahankan budaya kita.
Misalnya saja musik Campursari. Bukan orang Jawa namanya kalau kita tidak mengenal Campursari. Nama Campursari pertama kali diperkenalkan pada tahun 60-an, atas kerjasama RRI dan URIL (Urusan Moril) atau TJABAD (Tjabang Adjudan Djendral) KODIM IV Diponegoro. Mereka sering membawakan lagu-lagu langgam dengan iringan musik-musik keroncong yang semi modern, percampuran inilah yang kemudian dikenal dengan nama "Campusari". Namun sayang, kemudian musik Campursari ini menghilang karena tak mampu bersaing dengan aliran musik yang lain kala itu. Baru pada awal tahun 90-an, seorang seniman musik pop asal Gunung Kidul, yang mempunyai pengetahuan tentang musik karawitan, mencoba memasukkan musik elektrik ke dalam lagu-lagu ciptaannya yang menggunakan bahasa Jawa. Orang itu adalah Manthous, yang sampai sekarang masih sangat dikenal sebagai penyanyi dan pencipta lagu-lagu Campursari.
Seiring dengan berkembangnya jaman, campursari semakin banyak menggunakan alat musik modern, seperti gitar, keyboard, dan bahkan drum. Tapi justru hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi kawula muda untuk mengenal dan mencintai musik Jawa. Karena mereka tak lagi melihatnya sebagai musik yang kolot, tapi menjadi musik yang terus mengikuti perkembangan jaman tanpa meninggalkan keaslian budayanya.
Setelah melihat semuanya ini, masihkah kita tetap menganggap bahwa kebudayaan kita kolot dan tidak akan bisa berjalan beriringan dengan jaman yang modern ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar